PANCASILA SEBAGAI LANDASAN NKRI BERKAITAN DENGAN MULTIKULTURAL

A.       Pengertian Pancasila sebagai Landasan NKRI
           Pancasila dalam kedudukannya ini sering disebut sebagai Dasar Filsafat atau Dasar Falsafah Negara. Menurut Ir. Soekarno, Pancasila adalah isi jiwa bangsa Indonesia yang turun-temrun sekian abad lamanya terpendam bisu oleh kebudayaan Barat. Dengan demikian, Pancasila tidak saja falsafah negara, tetapi lebih luas lagi, yakni falsafah bangsa Indonesia.
Menurut Kaelan (2010:110) kedudukan Pancasila sebagai dasar negara dapat dirinci sebagai berikut:
1.    Pancasila sebagai dasar negara adalah merupakan sumber dari segala sumber hukum Indonesia. Degan demikian Pancasila merupakan asas kerokhanian tertib hukum Indonesia yang dalam Pembukaan UUD 1945 dijelmakan lebih lanjut ke dalam empat pokok pikiran.
2.    Meliputi suasana kebatinan dari Undang-Undang Dasar 1945.
3.    Mewujudkan cita-cita hukum bagi hukum dasar negara.
4.    Mengandung norma yang mengharuskan Undang-Undang Dasar mengandung isi yang mewajibkan pemerintah dan lain-lain penyelenggara negara memegang teguh cita-cita moral rakyat yang luhur.
5.    Merupakan sumber semangat bagi Undang-Undang Dasar 1945, bagi penyelenggara negara, para pelaksana pemerintah. Hal ini dapat dipahami karena semangat adalah penting bagi pelaksanaan dan penyelenggaraan negara, karena masyarakat dan negara Indonesia senantiasa tumbuh dan berkembang seiring dengan perkembangan zaman dan dinamika masyarakat. Dengan semangat yang bersumber pada asas kerokhanian negara sebagai pandangan hidup bangsa, maka dinamika masyarakat dan negara akan tetap diliputi dan diarahkan asas kerokhanian negara.
Dasar formal kedudukan Pancasila sebagai dasar negara Republik Indonesia tersimpul dalam Pembukaan UUD 1945 alinea IV.
Sebagaimana telah ditentukan oleh pembentukan negara bahwa tujuan utama dirumuskannya Pancasila adalah sebagai dasar negara Republik Indonesia. Oleh karena itu fungsi pokok Pancasila adalah sebagai dasar negara Republik Indonesia.

B.                 Pengertian Multikultural
Multikultural adalah ragam-ragam budaya. Menurut Wikipedia (2012) multikulturalisme adalah “pandangan seseorang tentang ragam kehidupan di dunia, ataupun kebijakan kebudayaan yang menekankan tentang penerimaan terhadap adanya keragaman, dan berbagai macam budaya (multikultural) yang ada dalam kehidupan masyarakat menyangkut nilai-nilai, sistem, budaya, kebiasaan, dan poltik yang mereka anut”.
Sedangkan menurut Azra (2007) multikulturalisme adalah “pandangan dunia yang kemudian dapat diterjemahkan dalam berbagai kebijakan kebudayaan yang menekankan penerimaan terhadap realitas keagamaan, pluralitas, dan multikultural yang terdapat dalam kehidupan masyarakat”

C.       Sejarah Multikultural
Menurut Bhiku Parekh, multikulturalisme muncul pertama kali sekitar tahun 1970-an di Kanada dan Australia, berlanjut di Amerika Serikat, Inggris, Jerman. Setelah itu, diskursus multikulturalisme berkembang dengan sangat cepat. Setelah tiga dekade digulirkan, multikulturalisme sudah mengalami dua gelombang penting, yaitu:
1.    Multikulturalisme dalam konteks perjuangan pengakuan budaya yang berbeda. Prinsip kebutuhan terhadap pengakuan adalah ciri utama dari gelombang pertama ini.
2.    Multikulturalisme yang melegitimasi keragaman budaya, yang mengalami beberapa tahapan, diantaranya: kebutuhan atas pengakuan, melibatkan berbagai disiplin akademik lain, pembebasan melawan imperialisme dan kolonialisme, gerakan pembebasan kelompok identitas dan masyarakat asli, post-kolonialisme, globalisasi, post-nasionalisme, post-modernisasi, dan post-strukturalisme, yang mendekonstruksi sturktur kemapanan dalam masyarakat.
Multikulturalisme gelombang kedua tersebut, menurut Steve Fuller pada gilirannya akan memunculkan tiga tantangan yang harus diwaspadai, yaitu:
1.    Adanya hegemoni Barat dalam bidang politik, ekonomi, sosial, dan ilmu pengetahun. Komunitas, utamanya negara-negara berkembang perlu mempelajari sebab-sebab dari hegemoni Barat dalam bidang-bidang tersebut dan mengambil langkah-langkah seperlunya dalam mengatasinya, sehingga dapat sejajar dengan negara Barat.
2.    Esensialisme budaya. Dalam hal ini multikulturalisme berupaya mencari esensi budaya tanpa harus jatuh ke dalam pandangan yang etnosentrisme. Multikulturalisme dapat melahirkan tribalisme yang sempit yang pada akhirnya merugikan komunitas itu sendiri di dalam globalisasi.
3.    Proses globalisasi, bahwa globalisasi disposition memberangus identitas dan kepribadian suatu budaya.
Oleh karena itu, untuk menghindari kekeliruan dalam diskursus tentang multikulturalisme, Bikhu Parekh menggarisbawahi tiga asumsi yang harus diperhatikan, yaitu:
1.    Pada dasarnya manusia akan terikat dengan struktur dan sistem budayanya sendri dimana dia hidup dan berinteraksi. Keterikatan ini tidak berarti bahwa manusia tidak disposition bersikap kritis terhadap komplemen budaya tersebut, akan tetapi mereka dibentuk oleh budayanya dan akan selalu melihat segala sesuatu berdasarkan budayanya tersebut
2.    Perbedaan budaya merupakan representasi dari komplemen nilai dan cara pandang tentang kebaikan yang berbeda pula. Oleh karena itu, suatu budaya merupakan suatu entitas yang relations sekaligus prejudiced dan memerlukan budaya lain untuk memahaminya. Sehingga, tidak satu budaya pun yang berhak memaksakan budayanya kepada komplemen budaya lain.
3.    Pada dasarnya, budaya secara inner merupakan entitas yang plural yang merefleksikan interaksi antar perbedaan tradisi dan untaian cara pandang. Hal ini tidak berarti menegaskan koherensi dan identitas budaya, akan tetapi budaya pada dasarnya adalah sesuatu yang majemuk, berproses, dan terbuka.
D.        Hubungan Pancasila sebagai Landasan NKRI dengan Multikultural
            Multikulturalisme adalah pandangan seseorang tentang ragam kehidupan di dunia, ataupun kebijakan kebudayaan yang menekankan tentang penerimaan terhadap adanya keragaman, dan berbagai macam budaya (multikultural) yang ada dalam kehidupan masyarakat menyangkut nilai-nilai, sistem, budaya, kebiasaan, dan poltik yang mereka anut.
Multikulturalisme mempunyai peran yang penting dalam proses pembangunan bangsa Indonesia. Dengan menerapkan prinsip Pancasila, yaitu “Bhinneka Tunggal Ika” yang artinya “Berbeda-beda tapi tetap satu jua” bukan tidak mungkin Indonesia dapat bersaing dengan negara lain dalam kemajuan zaman. Apalagi jika menerapkan sila ketiga dalam Pancasila, yaitu Persatuan Indonesia, dan memendam rasa ego masing-masing individu, serta mengutamakan kepentingan bangsa, hal yang tidak mungkin akan menjadi mungkin untuk dilakukan oleh bangsa Indonesia.
Tetapi saat ini masih banyak individu, masyarakat yang lebih mementingkan sikap individu mereka dan beranggapan bahwa mereka lah yang terbaik daripada yang lain. Sehingga menimbulkan konflik dimana-mana. Kalau hal seperti ini terus-menerus terjadi bangsa Indonesia tidak akan lama lagi akan musnah.
Oleh karena itu, Pancasila sebagai landasan NKRI sangat perlu disosialisasikan lagi untuk mengingat pemahaman-pemahaman tentang Pancasila agar tidak terjadi konflik berkelanjutan dan dapat melangkah bersama menuju Indonesia yang lebih baik.

0 komentar:

Posting Komentar

Copyright © 2012 Suhartama Febrizki / Template by : Urangkurai